Pada tahun 2009 lalu , Di Desa Ojang,
sebuah desa yang berada di kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka – Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) dilaksanakan program transmigrasi. Transmigrasi sendiri
merupakan perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan
dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah (
Undang – undang Nomor 29 Tahun 2009 ). Transmigrasi Di Desa Ojang merupakan
jenis transmigrasi swakarsa mandiri, yakni transmigrasi yang merupakan prakarsa
transmigran yang bersangkutan atas arahan, layanan, dan bantuan Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah bagi penduduk yang telah memiliki kemampuan. Peserta
transmigrasi (transmigran) sebanyak 50 kepala keluarga, yang merupakan
masyarakat di wilayah transmigrasi tersebut. Program transmigrasi ini
melibatkan banyak pihak/ instansi. Sebagai penyelenggaranya adalah Dinas
Transmigrasi Provinsi NTT yang dalam pelaksanaannya menggandeng instansi lain
yakni Pemerintah Daerah Tingkat II Sikka dan Badan Pertanahan Nasional, baik di
tingkat Provinsi (Kanwil BPN) serta di tingkat Kabupaten (Kantor Pertanahan).
Transmigrasi di desa Ojang sejatinya
menganut konsep konsolidasi tanah atau kalau boleh, dapat dikatakan sebagai
konsolidasi tanah. Mengapa? Karena pesertanya merupakan masyarakat desa Ojang
sendiri, yang rela untuk ditata kembali sebagian penguasaan dan penggunaan
tanahnya demi pembangunan di wilayah tersebut. Dalam Peraturan Kepala BPN No. 4
Tahun 1991, konsolidasi tanah adalah kebijakan mengenai penataan kembali
penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk pembangunan,
untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Masyarakat setempat tidak berpindah
dengan jarak yang jauh, hanya diatur dan ditata kembali tanah milik mereka.
Tidak berhenti disitu saja, bagi masyarakat dibangun rumah yang walaupun semi
permanen tetapi setidaknya lebih berkualitas dibanding rumah – rumah masyarakat
yang nonpermanen. Pemukiman yang diatasnya dibangun rumah tersebut selanjutnya
disertipikatkan dan diberikan pada para transmigran. Selain penataan tanah,
juga dibangun berbagai sarana/ fasilitas – fasilitas umum yang dibutuhkan oleh
masyarakat yakni, sarana ibadah (kapela), sarana pendidikan (sekolah), serta
sarana kesehatan (puskesmas pembantu dan posyandu).
Konsep konsolidasi tanah yang dianut dalam
pelaksanaan transmigrasi, nyatanya berkontribusi positif bagi kehidupan
masyarakat. Dari sisi social ekonomi masyarakat, transmigrasi memberi efek
positif yakni hadirnya akses jalan yang sangat membantu kehidupan ekonomi
masyarakat. Transmigran yang seluruhnya merupakan petani, sangat terbantu
dengan kehadiran jalan yang penting dalam kegiatan transportasi dan ekonomi
masyarakat seperti pemasaran hasil pertanian maupun dalam kegiatan – kegiatan
lainnya yang membutuhkan akses transportasi. Dari sisi social budaya,
masyarakat cenderung menjadi dekat satu sama lain, kehidupan bertetangga dan
bermasyarakat menjadi makin erat karena rumah yang berdekatan satu dengan lain
sehingga mengeratkan kekeluargaan dalam kehidupan bertetangga. Selain
berkontribusi bagi kehidupan social ekonomi dan budaya masyarakat, transmigrasi
ini secara langsung membantu masyarakat dalam sector – sector lain dengan
kehadiran fasilitas umum yang ada. Misalnya sector keagamaan (rohani) dengan
dibangunnya kapela, sector pendidikan dengan adanya sekolah, maupun sector
kesehatan dengan sudah berdirinya puskesmas pembantu (pustu) dan pos pelayanan
terpadu (posyandu).
Menilik keberhasilan program transmigrasi
yang berkonsep konsolidasi tanah di Ojang dan kontribusi positifnya bagi
kehidupan masyarakat, maka sudah seharusnya konsolidasi tanah menjadi primadona
dalam pembangunan wilayah. Dengan konsolidasi tanah, akan terwujudnya suatu
tatanan penguasaan dan penggunaan tanah yang tertib dan teratur dan dilengkapi
dengan prasarana-sarana lingkungan dan akhirnya mempercepat proses pembangunan
serta menciptakan lingkungan yang tertata dan teratur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar